KEUTAMAAN , KEISTIMEWAAN DAN PERISTIWA BERSEJARAH DI BULAN RAJAB - ALHIKMAH

 KEUTAMAAN , KEISTIMEWAAN DAN PERISTIWA BERSEJARAH DI BULAN RAJAB



Bulan Rajab dipandang istimewa oleh sebagian besar kaum muslimin karena adanya peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Peristiwa bersejarah itu menjadi istimewa karena sejak saat itulah kaum muslimin diwajibkan melaksanakan sholat lima waktu . Ibadah sholat ini menjadi pilar utama agama islam dan menjadi indikator amal kebaikan seseorang disisi Allah.

A. Peristiwa Bersejarah dalam Islam di Bulan Rajab

Bulan Rajab juga menjadi saksi dari beberapa peristiwa bersejarah dalam islam. Pada bulan Rajab tahun 9 H, Rasulullah saw. bersama 30 ribu pasukan kaum muslimin pergi meninggalkan Madinah menuju Tabuk di wilayah Syam (Suriah). Ekspedisi ini bertujuan untuk menghadapi pasukan Romawi yang sudah bersiap di sana. Pasukan kaum muslimin bergerak menembus panasnya cuaca saat itu melewati ratusan kilometer gurun pasir. Mendengar kedatangan pasukan yang sedemikian besar dan pantang menyerah serta dipimpin oleh Nabi Muhammad sendiri, pasukan Romawi sudah merasa kalah. Mereka berkecut hati dan mundur ke benteng mereka. Akhirnya, kaum muslimin berhasil menguasai Tabuk tanpa perlawanan yang berarti. Dengan kemenangan dalam Perang Tabuk ini, maka kekuatan islam memperkokoh kedudukannya di seluruh Jazirah Arab.

Di bulan Rajab pulalah, pada tahun 583 H (1187 M), Shalahudin Al Ayubi memimpin pasukannya berangkat ke Yerusalem untuk membebaskannya dari cengkeraman pasukan perang salib yang telah menguasainya selama hampir satu abad. Beberapa bulan sebelumnya, pasukan Shalahudin juga telah mengalahkan 2 pasukan perang salib dalam Perang Hittin . Kemenangan Shalahudin sangatlah istimewa karena berhasil mengembalikan bumi Isra’ Mi’raj dan kiblat pertama kaum muslimin ke dalam pangkuan islam. Selain itu, kemenangan ini juga mencegah penguasaan kaum kristiani atas tanah dan negeri kaum muslimin.

Juga dibulan rajab, tepatnya 28 Rajab 1342 H atau pada 03 Maret 1924, seorang pengkhianat yang bernama Mustafa Kemal at-Tarturk, seorang yang berketurunan Yahudi dari suku Dunamah, seorang agen barat (Inggris), telah menghapuskan system pemerintahan Islam yakni sistem Khilafah, yang kemudian diganti dengan system pemerintahan Republik. Sejak saat itulah, petaka, bencana dan musibah menimpa umat Islam. Aturan syariah Islam dicampakan, dan diganti dengan aturan yang berpijak pada ideology Kapitalisme-Sekuleris.
Umat Islam yang dulunya berada pada satu wilayah kekuasaan pemerintahan, kini telah terpecah-pecah menjadi negeri-negeri kecil, yang disekat dengan batas teritorial wilayah atas nama Nasionalisme.
Oleh karena itu maka bulan Rajab adalah bulan yang patut dijadikan waktu perenungan untuk mulai menata kembali ruang ruang bathin kaum muslimin.

B. Keutamaan bulan rajab

Secara etimologis, Rajab mengandung makna”Kebesaran” atau “Kemuliaan”. Bulan Rajab berarti bulan yang mengandung peristiwa besar, dan sangat dimuliakan. Tak hanya masyarakat Arab pasca – Islam yang menamai bulan ini Rajab. Zaman sebelum Islam diturunkan, masyarakat jahiliyah telah menamai bulan ini dengan nama itu. Mereka memuliakan bulan ini dengan mengharamkan peperangan atau pertumpahan darah. Rasulullah SAW pun kemudian menetapkan kebiasaan tersebut. Beliau mengharamkan pertumpahan darah di bulan rajab.
Oleh karena itu, Rajab juga disebut Rajab al-haram, karena termasuk salah satu diantara empat bulan haram, yaitu bulan yang diharamkan melakukan peperangan didalamnya. Bulan bulan tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Ia juga dinamakan Rajab al-Fard, karena terpisah sendiri dari tiga haram lainnya yang berurutan dan berada pada lima bulan setelah bulan lainnya. Nama lain bulan Rajab adalah Rajab Mudhar. Dinamakan demikian karena suku Mudhar sangat mengagungkan bulan ini dan amat menjaga kehormatannya.
Dalam sebuah risalahnya yang berjudul Tabyin al-Ajab bima Warada fi fadhli Rajab, Al Hadfidh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar Al Asqalani menyebut nama lain bulan Rajab dengan 18 nama. Yang terkenal adalah “Al Ashamm”(Yang tuli), karena tidak terdengarnya gemerincing pedang yang saling beradu, disebabkan karena Rajab itu termasuk bulan yang diharamkan adanya peperangan. Nama unik lainnya “Munashil al-Asinah”(keluarnya gigi), dengan maksud makna senada dengan nama pertama disebutkan, yakni anak panah besi yang dicopotkan seperti mencabut gigi. Nama lainnya”Al-Ashabb” (limpahan), karena limpahan rahmat yang banyak diturunkan pada bulan ini.

Keutamaan Rajab termasuk dalam keumumman fadhilah bulan bulan haram (Al-Asy-hur Al-Hurum), sebagaimana firman Allah SWT,

ﺇِﻥَّ ﻋِﺪَّﺓَ ﺍﻟﺸُّﻬُﻮﺭِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًﺍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡٌ ۚ ﺫَٰﻟِﻚَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟْﻘَﻴِّﻢُ ۚ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﺍ ﻓِﻴﻬِﻦَّ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ۚ ﻭَﻗَﺎﺗِﻠُﻮﺍ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ ﻛَﺎﻓَّﺔً ﻛَﻤَﺎ ﻳُﻘَﺎﺗِﻠُﻮﻧَﻜُﻢْ ﻛَﺎﻓَّﺔً ۚ ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮﺍ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram.itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (QS At-Tawbah:36).
Perincian empat bulan ini disebutkan dalam hadits yang di riwayatkan Al Bukhari dan Muslim, yakni tiga bulan yang berurutan (Dzulqa’dah,Dzulhijjah, dan Muharram), dan satu bulan terpisah, yakni Rajab, yang terletak diantara bulan Jumadil Akhirah dan Sya’ban.

Karena begitu mulia keberadaan bulan Rajab ini, maka sebagian ulama memotivasi untuk memperbanyak ibdah. “Ibadah yang dianjurkan bisa berupa dzikir, shalat, puasa dan amal lainnya.
Rasulullah mencontohkan, saat memasuki bulan Rajab beliau membaca:
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲْ ﺭَﺟَﺐَ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻭَﺑَﻠِّﻐْﻨَﺎ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ
Allâhumma bârik lanâ fî rajaba wasya‘bâna waballighnâ ramadlânâ
“Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan.” (Lihat Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkâr , Penerbit Darul Hadits, Kairo, Mesir)
Selain berdzikir dan berdoa, pada bulan Rajab umat Islam juga dianjurkan untuk puasa sebanyak-banyaknya, sebagaimana juga pada bulan-bulan haram lainnya. Sebutan sebagai bulan haram merujuk sejarah dilarangnya umat Islam mengadakan peperangan pada bulan-bulan itu

Abu Bakar Al-Balkhi berkata: “Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.”
Beliau juga berkata: “Bulan Rajab itu bagaikan angin. Bulan Sya’ban itu bagaikan awan. Dan bulan Ramadhan itu bagaikan hujan.”
Barangsiapa tidak menanam benih amal shalih di bulan Rajab dan tidak menyirami tanaman tersebut di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin ia akan memanen buah takwa di bulan Ramadhan?

C. Keutamaan puasa dibulan rajab

Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar , dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, “Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang” itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “ Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama ( al-ayyam al-fadhilah ). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar , bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim ).

Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan-bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab ) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab. Misalnya saja  hadits yang diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda “Puasalah pada bulan-bulan haram.” (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Ahli hadis yang diberi gelar Amirul Mu’minin fil Hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, telah mengarang sebuah kitab Tabyin al-‘Ajab fi Ma Warada fi Fadhli Rajab yang mengulas tentang dalil-dalil hadis keutamaan bulan Rajab dengan menjelaskan hadis-hadis yang sahih dan dlaif bahkan maudlu’ (palsu), begitu pula tentang dalil puasa di bulan Rajab.
Di awal pembahasannya, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Tidak ada dalil sahih secara khusus untuk berpuasa dan ibadah malam di bulan Rajab”. Namun, Ibnu Hajar mengulas beberapa hadis yang secara umum memberi indikasi keutamaan puasa di bulan Rajab.

Pertama, hadis Usamah bin Zaid, ia bertanya kepada Rasulullah Saw:

ﻗُﻠْﺖ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠَّﻪ ﻟَﻢْ ﺃَﺭَﻙ ﺗَﺼُﻮﻡُ ﻣِﻦْ ﺷَﻬْﺮ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺸُّﻬُﻮﺭ ﻣَﺎ ﺗَﺼُﻮﻡ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥ ، ﻗَﺎﻝَ : ﺫَﻟِﻚَ ﺷَﻬْﺮٌ ﻳَﻐْﻔُﻞُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱ ﻋَﻨْﻪُ ﺑَﻴْﻦَ ﺭَﺟَﺐٍ ﻭَﺭَﻣَﻀَﺎﻥ ، ﻭَﻫُﻮَ ﺷَﻬْﺮ ﺗُﺮْﻓَﻊُ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟْﺄَﻋْﻤَﺎﻝ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺏّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ ﻓَﺄُﺣِﺐُّ ﺃَﻥْ ﻳُﺮْﻓَﻊَ ﻋَﻤَﻠِﻲ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺻَﺎﺋِﻢٌ

“Wahai Rasulullah, saya tidak menjumpai Engkau berpuasa di bulan-bulan yang lain sebagaimana Engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah menjawab: “Sya’ban adalah bulan yang dilupakan oleh orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadlan. Bulan Sya’ban adalah bulan laporan amal kepada Allah. Maka saya senang amal saya dilaporkan sementara saya dalam kondisi berpuasa” (HR Nasai, Abu Dawud dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Baca Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari karya al-Hafidz Ibnu Hajar, VI/238. Ibnu Hajar juga menilainya sahih)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

ﻓَﻬَﺬَﺍ ﻓِﻴْﻪِ ﺇِﺷْﻌَﺎﺭٌ ﺑِﺄَﻥَّ ﻓِﻲ ﺭَﺟَﺐَ ﻣُﺸَﺎﺑَﻬَﺔً ﺑِﺮَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﻭَﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻳَﺸْﺘَﻐِﻠُﻮْﻥَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺓِ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﺸْﺘَﻐِﻠُﻮْﻥَ ﺑِﻪِ ﻓِﻲ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﻭَﻳَﻐْﻔُﻠُﻮْﻥَ ﻋَﻦْ ﻧَﻈِﻴْﺮِ ﺫﻟِﻚَ ﻓِﻲ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ . ﻟِﺬَﻟِﻚَ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺼُﻮْﻣُﻪُ . ﻭَﻓِﻲْ ﺗَﺨْﺼِﻴْﺼِﻪِ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﺎﻟﺼَّﻮْﻡِ – ﺇِﺷْﻌَﺎﺭٌ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺭَﺟَﺐَ، ﻭَﺃَﻥَّ ﺫَﻟِﻚَ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﻌْﻠُﻮْﻡِ ﺍﻟْﻤُﻘَﺮَّﺭِ ﻟَﺪَﻳْﻬِﻢْ .

“Hadis ini memberi penjelasan bahwa bulan Rajab dan Ramadlan memiliki kesamaan dalam hal keutamaan. Dan Rasulullah yang menyebut secara khusus tentang puasa juga memberi penjelasan tentang keutamaan Rajab” (Tabyin al-Ajab hal. 2)

Kedua, hadis seorang sahabat yang meminta kepada Nabi agar diperintah melakukan puasa, maka Nabi bersabda:

ﻋَﻦْ ﻣُﺠِﻴﺒَﺔَ ﺍﻟْﺒَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﻋَﻤِّﻬَﺎ ﺃَﻧَّﻪُ ﺃَﺗَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺛُﻢَّ ﺍﻧْﻄَﻠَﻖَ ﻓَﺄَﺗَﺎﻩُ ﺑَﻌْﺪَ ﺳَﻨَﺔٍ ﻭَﻗَﺪْ ﺗَﻐَﻴَّﺮَﺕْ ﺣَﺎﻟَﺘُﻪُ ﻭَﻫَﻴْﺌَﺘُﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻣَﺎ ﺗَﻌْﺮِﻓُﻨِﻰ ﻗَﺎﻝَ ‏« ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﻧْﺖَ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻧَﺎ ﺍﻟْﺒَﺎﻫِﻠِﻰُّ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺟِﺌْﺘُﻚَ ﻋَﺎﻡَ ﺍﻷَﻭَّﻝِ . ﻗَﺎﻝَ ‏« ﻓَﻤَﺎ ﻏَﻴَّﺮَﻙَ ﻭَﻗَﺪْ ﻛُﻨْﺖَ ﺣَﺴَﻦَ ﺍﻟْﻬَﻴْﺌَﺔِ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻠْﺖُ ﻃَﻌَﺎﻣًﺎ ﺇِﻻَّ ﺑِﻠَﻴْﻞٍ ﻣُﻨْﺬُ ﻓَﺎﺭَﻗْﺘُﻚَ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ‏« ﻟِﻢَ ﻋَﺬَّﺑْﺖَ ﻧَﻔْﺴَﻚَ ‏» . ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ‏« ﺻُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺍﻟﺼَّﺒْﺮِ ﻭَﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺷَﻬْﺮٍ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﺯِﺩْﻧِﻰ ﻓَﺈِﻥَّ ﺑِﻰ ﻗُﻮَّﺓً . ﻗَﺎﻝَ ‏« ﺻُﻢْ ﻳَﻮْﻣَﻴْﻦِ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﺯِﺩْﻧِﻰ . ﻗَﺎﻝَ ‏« ﺻُﻢْ ﺛَﻼَﺛَﺔَ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﺯِﺩْﻧِﻰ . ﻗَﺎﻝَ ‏« ﺻُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡِ ﻭَﺍﺗْﺮُﻙْ ﺻُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡِ ﻭَﺍﺗْﺮُﻙْ ﺻُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡِ ﻭَﺍﺗْﺮُﻙْ ‏» . ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺑِﺄَﺻَﺎﺑِﻌِﻪِ ﺍﻟﺜَّﻼَﺛَﺔِ ﻓَﻀَﻤَّﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﺃَﺭْﺳَﻠَﻬَﺎ
“Puasalah di bulan Sabar (Ramadlan) dan dua hari setiap bulan”. Sahabat berkata: ”Tambahkanlah Nabi, saya masih mampu”. Nabi bersabda: “Puasalah tiga hari”. Sahabat berkata: “Tambahkanlah Nabi”. Maka Nabi bersabda: “Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan (diulang tiga kali. Rasulullah menggenggam tangannya lalu melepaskannya)” (HR Ahmad No 20338, Abu Dawud No 2428, Ibnu Majah No 1741, Nasai dalam Sunan al-Kubra No 2743, Thabrani No 18336 dan al Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 3738)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

ﻓَﻔِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﺍْﻟﺨَﺒَﺮِ – ﻭَﺇﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺇِﺳْﻨَﺎﺩِﻩِ ﻣَﻦْ ﻻَ ﻳُﻌْﺮَﻑُ – ﻣَﺎ ﻳَﺪُﻝُّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﺳْﺘِﺤْﺒَﺎﺏِ ﺻِﻴَﺎﻡِ ﺑَﻌْﺾِ ﺭَﺟَﺐَ، ﻷَﻧَّﻪُ ﺃَﺣَﺪُ ﺍْﻷَﺷْﻬُﺮِ ﺍْﻟﺤُﺮُﻡِ

“Hadis ini menunjukkan anjuran puasa sebagian bulan Rajab. Sebab bulan Rajab adalah salah satu bulan yang mulia (Asyhur al-Hurum sebagaimana dalam at-Taubah 36 diatas)”
Sebagian ulama ada yang menilai hadis ini dlaif, misalnya Syaikh Syu’aib al-Arnauth, dengan alasan bahwa Mujibah al-Bahiliyah ‘tidak diketahui’ (La Yu’rafu).
Dan yang dimaksud bahwa Rasulullah bersabda sebanyak puasa 3 kali, menunjukkan bahwa yang sunah puasa di bulan Rajab adalah sebanyak 3 hari.
Sedangkan riwayat atsar dari Sahabat yang seolah tidak ada anjuran berpuasa di bulan Rajab juga segera direspon oleh Ulama ahli hadis, misalnya riwayat berikut ini: “Utsman bin Hakim al-Anshari bertanya kepada Said bin Jubair tentang puasa Rajab (saat itu sedang di bulan Rajab). Said menjawab: Saya mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah Saw berpuasa sehingga kami berkata: Rasulullah tidak berbuka. Dan Rasul berbuka sehingga kami berkata: Rasulullah tidak berpuasa” (HR Muslim No 2782)
Imam an-Nawawi menjawab:

ﺍﻟﻈَّﺎﻫِﺮ ﺃَﻥَّ ﻣُﺮَﺍﺩ ﺳَﻌِﻴﺪ ﺑْﻦ ﺟُﺒَﻴْﺮ ﺑِﻬَﺬَﺍ ﺍﻟِﺎﺳْﺘِﺪْﻟَﺎﻝ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻧَﻬْﻲَ ﻋَﻨْﻪُ ، ﻭَﻟَﺎ ﻧَﺪْﺏ ﻓِﻴﻪِ ﻟِﻌَﻴْﻨِﻪِ ، ﺑَﻞْ ﻟَﻪُ ﺣُﻜْﻢ ﺑَﺎﻗِﻲ ﺍﻟﺸُّﻬُﻮﺭ ، ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺜْﺒُﺖ ﻓِﻲ ﺻَﻮْﻡ ﺭَﺟَﺐ ﻧَﻬْﻲٌ ﻭَﻟَﺎ ﻧَﺪْﺏٌ ﻟِﻌَﻴْﻨِﻪِ ، ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺃَﺻْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡِ ﻣَﻨْﺪُﻭﺏٌ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ، ﻭَﻓِﻲ ﺳُﻨَﻦ ﺃَﺑِﻲ ﺩَﺍﻭُﺩَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠَّﻪ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻧَﺪَﺏَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺄَﺷْﻬُﺮ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡ ، ﻭَﺭَﺟَﺐ ﺃَﺣَﺪﻫَﺎ . ﻭَﺍَﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ . ‏( ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ – ﺝ 4 / ﺹ 167 )

“Yang dimaksud dengan jawaban Said bin Jubair adalah tidak ada larangan untuk berpuasa di bulan Rajab dan tidak ada anjuran secara khusus untuk puasa di bulan tersebut. Tetapi Rajab sama dengan bulan yang lainnya. Namun, sebenarnya hakikat puasa adalah sunah. Di dalam Sunan Abi Dawud dijelaskan bahwa Rasulullah Saw menganjurkan puasa di bulan-bulan Haram (Bulan Mulia), dan Rajab adalah salah satunya” (Syarah Muslim IV/167)
Begitu pula jawaban dari al-Hafidz as-Suyuthi, bahkan beliau meriwayatkan atsar yang lain, yaitu Abu Qilabah berkata:

ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺜْﺒُﺖْ ﻓِﻲ ﺻَﻮْﻡِ ﺭَﺟَﺐَ ﻧَﻬْﻲٌ ﻭَﻻَ ﻧَﺪْﺏٌ ﺑِﻌَﻴْﻨِﻪِ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺃَﺻْﻞُ ﺍﻟﺼًّﻮْﻡِ ﻣَﻨْﺪُﻭْﺏٌ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻭَﻓِﻲ ﺳُﻨَﻦِ ﺃَﺑِﻲ ﺩَﺍﻭُﺩَ ﺃﻧَّﻪُ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻧَﺪَﺏَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡِ ﻣِﻦَ ﺍْﻷَﺷْﻬُﺮِ ﺍْﻟﺤُﺮُﻡِ ﻭَﺭَﺟَﺐُ ﺃَﺣَﺪُﻫَﺎ ﺍِﻧْﺘَﻬَﻰ ﻗُﻠْﺖَ ﻭَﺭَﻭَﻯ ﺍﻟْﺒَﻴْﻬَﻘِﻲ ﻓِﻲ ﺷُﻌَﺐِ ﺍْﻹِﻳْﻤَﺎﻥِ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻗِﻼَﺑَﺔَ ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻗَﺼْﺮٌ ﻟِﺼُﻮَّﺍﻡِ ﺭَﺟَﺐَ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻫَﺬَﺍ ﺃَﺻَﺢُّ ﻣَﺎ ﻭَﺭَﺩَ ﻓِﻲ ﺻَﻮْﻡِ ﺭَﺟَﺐَ ﻗَﺎﻝَ ﻭَﺃﺑُﻮْ ﻗِﻼَﺑَﺔَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴْﻦَ ﻭَﻣِﺜْﻠُﻪُ ﻻَ ﻳَﻘٌُﻮْﻝُ ﺫَﻟِﻚَ ﺇِﻻَّ ﻋَﻦْ ﺑَﻼَﻍٍ ﻣِﻤَّﻦْ ﻓَﻮْﻗَﻪُ ﻋَﻤَّﻦْ ﻳَﺄْﺗِﻴْﻪِ ﺍﻟْﻮَﺣْﻲُ ‏( ﺍﻟﺪﻳﺒﺎﺝ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ ﺝ 3 / ﺹ 238 )

“Di surga ada istana yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab”. Ahmad (bin Hanbal) berkata: “Kendatipun riwayat ini mauquf pada Abu Qilabah, sementara dia adalah Tabi’in, namun hal semacam ini hanya diucapkan oleh seorang yang menerima wahyu (Rasulullah Saw)”. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’ab al-iman No 3641 dan disahihkan oleh al-Hafidz as-Suyuthi dalam ad-Dibaj Syarah Sahih Muslim bin Hajjaj III/238.

● Puasa Rajab Dalam Pandangan 4 Madzhab Aswaja

Syaikh Abdurrahman al-Jaziri menjelaskan dalam kitabnya yang menghimpun 4 madzhab Ahlisunnah wal Jamaah, pendapat para ulama mengenai puasa bulan Rajab, beliau berkata:

ﻳُﻨْﺪَﺏُ ﺻَﻮْﻡُ ﺷَﻬْﺮِ ﺭَﺟَﺐَ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﺑِﺎﺗِّﻔَﺎﻕِ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺄَﺋِﻤَّﺔِ ﻭَﺧَﺎﻟَﻒَ ﺍﻟْﺤَﻨَﺎﺑِﻠَﺔُ ‏( ﺍﻟْﺤَﻨَﺎﺑِﻠَﺔُ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﺇِﻓْﺮَﺍﺩُ ﺭَﺟَﺐَ ﺑِﺎﻟﺼَّﻮْﻡِ ﻣَﻜْﺮُﻭْﻩٌ ﺇِﻟَّﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻓْﻄَﺮَ ﻓِﻲ ﺃَﺛْﻨَﺎﺋِﻪِ ﻓَﻠَﺎ ﻳُﻜْﺮَﻩُ ‏) ‏( ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ – ﺝ 1 / ﺹ 895 )

“Dianjurkan puasa bulan Rajab dan Sya’ban, berdasarkan kesepakatan 3 madzhab (Hanafi, Maliki dan Syafii). Sedangkan madzhab Hanbali berbeda. Mereka berkata: Mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa adalah makruh, kecuali tidak melakukan puasa di bulan Rajab secara penuh selama 1 bulan” (al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah 1/895)

Mengenai bulan-bulan 4 yang mulia diatas, Syaikh Abdurrahman al-Jaziri kembali menjelaskan pandangan ulama 4 madzhab sebagai berikut:

ﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟْﺄَﺷْﻬُﺮُ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡُ ﻭَﻫِﻲَ ﺃَﺭْﺑَﻊٌ : ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٌ ﻣُﺘَﻮَﺍﻟِﻴَﺔٌ ﻭَﻫِﻲَ ﺫُﻭْ ﺍﻟْﻘَﻌْﺪَﺓِ ﻭَﺫُﻭْ ﺍﻟْﺤِﺠَّﺔِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺤَﺮَّﻡِ ﻭَﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻣُﻨْﻔَﺮِﺩٌ ﻭَﻫُﻮَ ﺭَﺟَﺐُ ﻓَﺈِﻥَّ ﺻِﻴَﺎﻣَﻬَﺎ ﻣَﻨْﺪُﻭْﺏٌ ﻋِﻨْﺪَ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺄَﺋِﻤَّﺔِ ﻭَﺧَﺎﻟَﻒَ ﺍﻟْﺤَﻨَﻔِﻴَّﺔُ ‏( ﺍﻟْﺤَﻨَﻔِﻴَّﺔُ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﺍﻟْﻤَﻨْﺪُﻭْﺏُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺷْﻬُﺮِ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡِ ﺃَﻥْ ﻳَﺼُﻮْﻡَ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔَ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﻛُﻞٍّ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻫِﻲَ : ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﺲُ ﻭَﺍﻟْﺠُﻤْﻌَﺔُ ﻭَﺍﻟﺴَّﺒْﺖُ ‏) ‏( ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ – ﺝ 1 / ﺹ 895 )

“Adapun bulan-bulan mulia, yaitu 4 bulan, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, maka melakukan puasa di bulan-bulan tersebut adalah sunah menurut 3 madzhab, yakni Maliki, Syafii dan Hanbali. Adapun madzhab Hanafi berkata: Yang sunah dalam berpuasa di bulan-bulan mulia tersebut adalah berpuasa sebanyak 3 hari, yaitu hari Kamis, Jumat dan Sabtu” (al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah 1/895)

Artikel Lainnya:
Secara terperinci berikut adalah pendapat para ulama madzhab Ahlissunnah:

• Madzhab Hanafi
ﻟِﺄَﻥَّ ﺻَﻮْﻡَ ﺭَﺟَﺐَ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺸْﺮُﻭﻋًﺎ ‏( ﺍﻟﻤﺒﺴﻮﻁ ﺍﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺍﻟﺴﺮﺧﺴﻲ – ﺝ 4 / ﺹ 72 )

“Puasa Rajab adalah disyariatkan” (Abu Bakar as-Sarakhsi dalam al-Mabsut, 4/72)

• Madzhab Maliki

ﻭَﻧُﺪِﺏَ ﺻَﻮْﻡُ ﺑَﻘِﻴَّﺔِ ﺍﻟْﻤُﺤَﺮَّﻡِ ﻭَﺻَﻮْﻡُ ﺭَﺟَﺐٍ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻭَﻧُﺪِﺏَ ﺻَﻮْﻡُ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻟِﻤَﻦْ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺍﻟِﺎﻗْﺘِﺼَﺎﺭَ ‏( ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﺼﺎﻭﻱ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮ – ﺝ 3 / ﺹ 251 )

“Disunahkan puasa di bulan-bulan mulia, puasa bulan Rajab, Sya’ban dan puasa di pertengahan Sya’ban yang yang ingin meringkasnya” (Syaikh ash-Shawi dalam Syarah ash-Shaghir 3/251)

• Madzhab Syafii

ﻗِﻴْﻞَ : ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟْﺒِﺪَﻉِ ﺻَﻮْﻡُ ﺭَﺟَﺐَ، ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺑَﻞْ ﻫُﻮَ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻓَﺎﺿِﻠَﺔٌ، ﻛَﻤَﺎ ﺑَﻴَّﻨْﺘُﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻔَﺘَﺎﻭِﻱ ﻭَﺑَﺴَﻄْﺖُ ﺍﻟْﻜَﻠَﺎﻡَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ‏( ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ – ﺝ 1 / ﺹ 313 )

“Dikatakan bahwa puasa Rajab adalah bid’ah, maka itu tidak benar, bahkan suatu kesunahan yang utama sebagaimana saya terangkan dalam kitab al-Fatawi karya Ibnu Hajar al-Haitami” (Syaikh Abu Bakar ad-Dimyathi dalam Ianatut Thalibin 1/313)

• Madzhab Hanbali

ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻔُﺮُﻭﻉِ : ﻟَﻢْ ﻳَﺬْﻛُﺮْ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﺍﻟْﺄَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﺳْﺘِﺤْﺒَﺎﺏَ ﺻَﻮْﻡِ ﺭَﺟَﺐٍ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ . ﻭَﺍﺳْﺘَﺤْﺴَﻨَﻪُ ﺍﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﻣُﻮﺳَﻰ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺈِﺭْﺷَﺎﺩِ . ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦُ ﺍﻟْﺠَﻮْﺯِﻱِّ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺃَﺳْﺒَﺎﺏِ ﺍﻟْﻬِﺪَﺍﻳَﺔِ : ﻳُﺴْﺘَﺤَﺐُّ ﺻَﻮْﻡُ ﺍﻟْﺄَﺷْﻬُﺮِ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡِ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻛُﻠِّﻪِ ، ﻭَﻫُﻮَ ﻇَﺎﻫِﺮُ ﻣَﺎ ﺫَﻛَﺮَﻩُ ﺍﻟْﻤَﺠْﺪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺷْﻬُﺮِ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡِ ، ﻭَﺟَﺰَﻡَ ﺑِﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻮْﻋِﺐِ ، ﻭَﻗَﺎﻝَ : ﺁﻛَﺪُ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻳَﻮْﻡُ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ، ﻭَﺍﺳْﺘَﺤَﺐَّ ﺍﻟْﺂﺟُﺮِّﻱُّ ﺻَﻮْﻡَ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ، ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺬْﻛُﺮْ ﻏَﻴْﺮَﻩُ ، ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ ﺗَﻘِﻲُّ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ : ﻓِﻲ ﻣَﺬْﻫَﺐِ ﺃَﺣْﻤَﺪَ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻩِ ﻧِﺰَﺍﻉٌ . ﻗِﻴﻞَ : ﻳُﺴْﺘَﺤَﺐُّ ﺻَﻮْﻡُ ﺭَﺟَﺐٍ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ، ﻭَﻗِﻴﻞَ : ﻳُﻜْﺮَﻩُ ‏( ﺍﻹﻧﺼﺎﻑ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ ﺍﻟﻤﺮﺩﺍﻭﻱ – ﺝ 5 / ﺹ 500 )
“Ibnu Muflih berkata dalam kitab al-Furu’: Kebanyakan ulama Hanbali tidak menyebutkan kesunahan puasa bulan Rajab dan Sya’ban. Sedangkan Syaikh Ibnu Abi Musa dalam kitabnya al-Irsyad menilainya sebagai sesuatu yang bagus. Ibnu al-Jauzi berkata dalam kitab Asbab al-Hidayah: Dianjurkan berpuasa di bulan-bulan mulia dan bulan Sya’ban keseluruhannya. Ini adalah pendapat yang disebutkan oleh al-Majdu tentang bulan-bulan mulia. Syaikh Taqiyuddin (Ibnu Taimiyah berkata): Dalam Madzhab Imam Ahmad dan lainnya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan sunah puasa Rajab dan Sya’ban dan ada yang mengatakan makruh” (Syaikh Ali bin Sulaiman al-Marwadi dalam al-Inshaf 5/500).

D. Sebagian Hadis Keutamaan Rajab

Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:

Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“ Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik)
“Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan.”
Riwayat al-Thabarani dari Sa’id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya…..”
“Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut”.
Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Saw bersabda: “Rajab itu bulannya Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku.”
Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.

● Mengamalkan Hadis Daif Rajab

Ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha’if (lemah atau kurang kuat).
Namun dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana biasa diamalkan para ulama generasi salaf yang saleh telah bersepakat mengamalkan hadis dha’if dalam konteks fada’il al-a’mal (amal- amal utama).
Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al- ‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al- tadzkirah mengatakan:
“Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadis itu tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain- lain…..”.

Posting Komentar

semoga bermanfaat

Lebih baru Lebih lama